Navigasi
Kebenaran, Harus !
Prinsip
merupakan suatu pegangan yang harus di pegang secara erat, tidak boleh di ubah walaupun
dalam keadaan apapun. Menurut kamus bahasa indonesia, prinsip adalah asas,
kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak, dan sebagainya.
Prinsip layaknya sebuah peta, yang mana dapat mengarahkan kita, baik dalam
suatu posisi yang mengenakan maupun saat kita berada dalam suatu hal yang tidak
mengenakan.
Dalam hidup,
seseorang yang memiliki prinsip pasti akan memiliki suatu pondasi yang kuat
dalam menjalankan hidupnya agar tidak melenceng. Begitu pun dalam dunia
jurnalistik, yang mana prinsip itu sangat perlu di pegang oleh seorang jurnalis
dalam melakukan tugasnya. Prinsip haruslah di jaga dalam keadaan sulit sekali
pun.
Ada sejumlah
prinsip dalam dunia jurnalisme yang sepatutnya menjadi pegangan setiap jurnalis. Prinsip-prinsip ini merupakan
pondasi yang harusnya di pertahankan dan menjadi panutan oleh setiap jurnalis.
Salah satu dari 9 elemen jurnalistik yakni ”Kewajiban pertama jurnalisme adalah
pada kebenaran”. Bentuk kebenaran di sini merupakan suatu kebenaran yang
fungsional, yang mana bukan hanya suatu akurasi.
Dari Zaid
Ibn Wahab ia berkata : “Seseorang mendatangi Ibn Mas’ud, lalu berkata : Orang
ini jenggotnya meneteskan khamr. Lantas Abdullah berkata : Kami melarang untuk
melakukan mata-mata dan jika kami melihat sesuatu (kemungkaran), maka kami akan
meyampaikannya” (HR. Abu Dawud no. 4890\Bab Maa Ja’a fi Qaul bil Ma’ruf).
Hadis
tersebut juga berlaku bagi seorang jurnalis yang mana apabila ia melihat suatu
kesalahan, maka dia juga harus menyampaikannya, meskipun itu menyangkut
golongan yang mayoritas. Jurnalis hendak menyampaikan suatu dengan kembali ke
dalam hati nuraninya yang mana di dalamnya ada suatu kebenaran. Apabila seorang
jurnalis dalam suatu keadaan yang genting sekalipun, kebenaran itu harus tetap
di tegakan.
Hadis
riwayat muslim juga mengatakan "Dan sampaikanlah satu ayat, sekalipun
terdengar pahit, karena sesungguhnya tidak ada ayat yang tidak baik." (HR.
Muslim). Melihat dari hadis ini, suatu kebenaran memanglah harus di tegakan
dalam konteks apapun. Karena sepahit apapun suatu kebenaran pasti mengandung
kebaikan di dalamnya. Kita hidup di negara indonesia, yang mana ada hukum yang
mengatur tennang hak kita untuk menyampaikan sesuatu sesuai dengan hati nurani
kita.
Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 28 I ayat 1 di jelaskan “Hak untuk hidup, hak untuk tidak di
siksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
di perbudak, hak untuk di akui sebagai pribadi di muka hukum, dan hak untuk
tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat di kurangi dalam keadaan apapun”.
Hal itu
jelas sekali di tekankan, sebagai seorang warga negara kita mempunyai payung
perlindungan hukum yang apabila seorang jurnalis mendapatkan suatu ketidak
adilan dalam penyampaian kebenaranannya mendapatkan perlakuan yang menyimpang
dari hak asasi manusia, seperti halnya di perbudak untuk mengungkapkan sesuatu
yang tidak sesuai oleh penguasa atau golongan mayoritas.
Melihat
keadaan media yang semakin hari semakin parah, dengan segala konstruksi sosial
di dalam media itu sendiri. Menjadikan masyarakat menjadi sulit membadakan mana
kebenaran yang sesungguhnya dan mana yang merupakan kebohongan. Media massa
sekarang ini perlu di pertanyakan kembali mengenai peran serta fungsi media
sebagai penyampai informasi, yang di dalamnya di tekankan bahwa kebenaranlah
hal yang paling utama.
Sebagai
salah satu contoh yang paling ketara saat kampanye pemilihan presiden
berlangsung. Media massa sulit di bedakan mengenai mana yang benar dan mana
yang kurang tepat. Banyak media yang di kuasai oleh kaum kapitalis untuk
kepentingan pribadi dan untuk mendongkrak perolehan suara calon presiden yang
di usungnya menang dalam pemilu. Hal ini semata-mata agar calon yang di
dukungnya menang dalam pemilu, sangat ironi sekali.
